Be careful what you wish for because the truth a little difference. Dappy – Rockstar
Sebut saja ini laksana virus. Bagi mereka yang pernah ke luar negeri, selalu saja ada keinginana untuk kembali ke luar negeri. Hal ini saya bisa lihat dari mereka yang sudah pernah ke luar negeri. Terlepas orang tersebut mau kembali ke negeri yang pernah disinggahinya atau mencoba untuk melihat sebuah negeri baru. Itu yang saya lihat dari teman teman saya dan juga saya sebenarnya.
Keinginana untuk kembali melihat dunia baru membuat saya berusaha untuk bisa kembali meninggalkan Indonesia untuk sementara waktu. Sayangnya, faktor dana selalu saja menjadi kendala. Untuk sejenak ke luar dari Jogjakarta saja pusingnya bukan kepalang. Bagaimana mau keluar negeri? Yah, satu satunya jalan bagi saya tentulah mencari beasiswa lagi atau pertukaran pelajar.
Saya lalu mendaftar sebuah pertukaran Pemuda Muslim-Kristen di Austria. Nama programnya International Christian-Islamic Summer University 2012. Ini adalah acara dua tahunan yang tahun ini di adakan di Benedictine monastery, sebuah biara yang terkenal sebagai “Garden of Religion” di Stift Altenburg, Austria. Program ini adalah sebuah program di mana mahasiswa beragama Kristen dan Islam dari berbagai dunia akan di kumpulkan selama 3 minggu. Bukan sekedar jalan jalan, namun di sana kita akan ada 9 mata pelajaran dengan workshop serta diskusi di tiap malmnya. Tak cuman itu, ada juga iming-iming field trip ke Wina dan mengunjungi daerah pedesaan di Eropa. Sound interesting right? For sure.
Semangat untuk mengisi aplikasi nya pun mulai membuncah meski sebenarnya sudah agak telat. Dalam sehari semua persyaratan telah terselesaikan. Saya mengirimkannya, lalu selanjutnya berdoa dan berhayal. Saya membayangkan jika nantinya lulus, saya akan membuat buku harian tentang apa yang saya lakukan bersama teman teman Kristen saya di sana. Tentunya akan banyak hal menarik yang dapat saya alami dan menjadi pembelajaran bagi saya dan teman teman lainnya. Saya sesungguhnya ingin menyampaikan ke pada orang Indonesia pada khususunya dan dunia pada umumnya bahwa persahabatan dan pertemenan tidaklah mengenal batas agama. Saya dulu pernah merasakan bagaimana teman teman saya saya tidak ingin berteman dengan orang yang berbeda agama.
Bayangan keindahan Austria juga bermain di dalam pikiran saya. Musium, Basilica ataupun katedral katedral indah yang ada di Austria. Tentunya, akan ada kebanggan yang berlipat jika nantinya berhasil menginjakkan kaki di negara di mana Sigmund Freud, Mozart, Hitler, Wittgenstein dilahirkan. Mungkin saja saya bisa menemukan sebuah inspirasi maha dahsyat di sana,
Sayang, semua ternyata masih mimpi. An open door was closed before I pass the door. Pengumuman yang saya tunggu tiba namun hasil yang muncul bukan hasil yang saya inginkan. Ada empat nama partisipan asal Indonesia. Nama saya tidak ada di dalamnya. Dan tertundalah semua rencana saya di Austria. Saya kecewa, namun kecewa sudah menjadi bagian dari perjalanan hidup seseorang. Gagal dalam proses pun sudah berkali kali saya rasakan. Namun, setidaknya saya sudah bisa mencoba dan merasa sebegitu dekatnya dengan Austria. Suatu saat nanti saya pasti akan mengunjungi salah satu negara terkaya di dunia itu
Mengutip ungkapan Alexander Graham Bell, “When one door closes another door opens, but we so often look so long and so regretfully upon the closed door, that we do not see the ones which open for us.” Yeah, sedih juga sih. But wait, there must be another open. So, Vienna, it’s just the matter of time till I reach you.

Leave a Reply