Menjadi mahasiswa S2 seringkali dilambangkan sebagai mahasiswa yang bijaksana, teladan, dan pastinya dewasa. Begitukah? Kalau tolak ukurnya saya, maka sepertinya saya keluar dari perlambangan tersebut.Tak bijaksana, tak teladan, dan tak dewasa.
Satu lagi hal yang membuat orang akan mengerutkan keningnya melihat perilaku edan saya. Cukur. Sungguh sangat tidak S2. Mungkin begitu pikir orang-orang. Kenyataannya, memang belum pernah saya temukan anak S2 yang memiliki cukur nyeleneh seperti saya. Mencukur rambutnya dengan gaya batik. Kombinasi model rambut Mohawk dengan cita rasa seni Jawa. Lantas, apa karena prilaku aneh saya ini saya tidak pantas disebut mahasiswa S2. Mungkin iya mungkin tidak. Namun pilihan untuk melakukan ini bukan tanpa alasan. Ini bentuk pengenalan identitas.
Bukan rahasia lagi kalau rata rata yang mereka masuk kuliah S2 itu adalah mereka yang “hebat-hebat.” Mari mengambil contoh tempat saya. Teman-teman saya adalah kumpulan orang-orang yang hebat. Ada yang sebelumnya telah menyelesaikan S2 nya, ada yang mengambil S2 ganda, ada yang nilai TOEFL nya bahkan 630, ada yang aktif di organisasi, ada yang dosen, ada yang mantan ketua BEM, ada yang bahkan ikut berjasa dalam sejarah republik Indonesia, Ikut melakukan demonstrasi besar-besaran menuntut turunnya Suharto di gedung DRR tahun 1998.
Dalam hal tugas, mereka pun jauh di atas saya. Mereka sepertinya paham atau setidaknya tahu apa yang bakal dibicarakan. Mereka juga mampu membuat tugas dengan bahasa Inggris yang begitu akademik.
Dari hal di atas, tak mungkin lah kalau kemudian para dosen akan mengingat saya karena kecerdasan saya. Untuk itu, saya perlu sesuatu yang membuat dosen dapat mengingat saya. Dan satu-satunya cara untuk itu adalah tampil beda dari yang lain. Dengan ciri khas nyeleneh seperti ini mungkin para dosen akan tetap mengingat saya.
Just to let you know, jangan pikir kalau ngebatik rambut itu enteng. Gak mudah menemukan tukang cukur yang bisa ngebatik rambut. Kalau pun ada, maka harus ada fulus lebih. Belum lagi rasa perih saat silat yang digunakan ngebatik justru juga ikut mengiris kulit kepala. Perih. Wajar saja, ngebatik rambutnya masih manual dengan menggunakan silet.
Well, dan itulah saya. Saya menyebutnya berani tampil beda while some people menyebutnya berani tampil bego. Who cares…!!! This is just the way I am…

5 Responses so far.

  1. Riskaika says:

    suka sama blognya mas bro...ajarin dong caranya desain kyk gini..:D

  2. Chita says:

    Serus tuh Syam, rambutmu kamu batik? Penasaran liatnya. :)

    Aku juga surprise lho pas kamu tiba-tiba udah di Jogja, aku pikir mo maen-maen dulu abis selesai program, peregangan kek, eh ternyata... Serius banget nih kamu, sampe yang lain belum ngapa-ngapain eh kamu udah mulai kuliah. Niat bener hehehehe... Good luck anyway! Lulus S2 makan-makan yah! :D

  3. @Riska: Ha ha, aku juga dapatnya dari situs template doang kok. Gak aku design sendiri. Soalnya gak tau :-D

    @Mba Chita: Bukan serius mba. Tuntutan hidup. He he he. Siksanya juga sama, bahkan lebih. Soalnya metode kuliahnya sama pas waktu di US dulu. Gimana hidup di Aussie...???

  4. Chita says:

    Wah asik donk kalo metode kuliahnya sama kaya di US!
    Aussie ya gitu deh hahahaha *jawaban yang nggak banget yah!* Panas nih udaranya disini, malah lebih panas daripada di Indonesia dan bersih, jadi walaupun tambah eksotez tapi nggak bakal berdaki. :p
    Overall, kotanya menarik nggak terlalu kecil, tapi nggak besar juga. Sayangnya untuk beberapa hal diskriminasinya lebih kentara daripada di US, I don't know why... *Padahal kan kalo dilihat dari lokasi lebih deket ma Asia yah* Wuaaa... kepanjangan ngejawabnya hehehehe... Sorry yah Syam :)

  5. perduli pendidikan juga,, gak mau kalah soal penampilan...

Leave a Reply