Amerika betul-betul membuat saya terlena. Dalam artian, meski telah lima bulan meninggalkan negeri itu, bayangan tentangnya terus dan terus saja bermain dalam imagi saya. Terlalu banyak cerita indah di sana. Dalam bentuk hiperbolis, bolehlah kalau saya bilang; every day was worth it to be counted. Saya selalu saja teringat dengan keramahan Seattle, situasi college dan teman-teman kuliah, cuaca yang gak bersahabat karena sellau hujan dan dingin yang selalu menggigit, bus yang humanis dengan para driver nya, subway tempat makan favorit saya, Seattle Public Library; the best library ever yang pernah saya kunjungi, serta dinamika kehidupan masyarakat sana tentunya. Hal yang berbeda dengan yang saya alami sekarang.

Well, di sisi lain saya juga menyadari kalau apa yang saya alami saat ini adalah Reverse Culture Shock akut yang sepertinya susah disembuhkan. Sebuah tahap di mana saya sepertinya kehilangan semangat karena terlalau terpengaruh dengan romantisme masa lalu. Dengan kata lain saya harus berusaha untuk kembali menyesuaikan diri dengan lingkungan, mencoba menyadari bahwa hidup harus terus berlanjut dan tidak terus menerus membandingkan kehidupan yang saya alami di sana dengan kehidupan yang saya alami sekarang.
Kini, jalan hidup yang baru mengantarkan saya terdampar di sebuah kota yang terkenal karena pendidikannya. Sebuah Provinsi yang dulunya terkenal sebagai sebuah negara bernama Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Yah, saya terdampar di Yogyakarta. Kuliah di sebuah Universitas Negeri yang begitu terkenal. Universitas Gadjah Mada. Sebuah universitas besar yang saya sendiri dahulunya tak pernah berfikir untuk kuliah di tempat ini. Namun siapa yang bisa memprediksi masa depan. Tuhan selalu punya rencana untuk mahluknya.
Dan akhirnya saya kembali memutuskan untuk kembali menulis melalui blog. Terahir kali saya melaksanakan ritual ini ketika masih di Amerika. Setelah itu, sangat banyak hal yang terlewatkan yang tak saya tuliskan. Terlewat begitu saja. Sekali lagi, saya sepertinya kehilangan semangat karena terlalau terpengaruh dengan romantisme masa lalu.
Well, I’m finally back. Entah bakal jadi tentang apa tulisan saya nantinya. Apakah akan banyak dipengaruhi oleh wacana agama karena kebetulan saya mengambil jurusan di Center of Religious and Cross Cultural Studies? Entahlah. Saya tidak tahu dan saya tidak mau tahu. Saat ini, satu hal yang saya tahu adalah saya rindu untuk kembali menuliskan liku liku hidup saya. Tulisan tulisan yang nantinya menjadi pengingat di saat saya telah mulai tua dan mulai banyak lupa. Tulisan yang menjadi pengingat akan masa lalu saya. Tulisan sebagai pembuktian akan eksistensi saya.
Saya mencoba memplesetkan istilah Rene Descartes; Cogito, ergo sum. I think, therefore I am. Saya menggantinya dengan; Scribo, ergo sum. I write, therefore I am. Aku menulis maka aku ada.
NB: I choose to post it right now because it's my birth day anyway :-D

One Response so far.

  1. Anonymous says:

    Welcome back! And keep posting. :)

Leave a Reply